Artikel
Psikologi Positif untuk Kesehatan Mental: Sehat Mental Hidup Bahagia

Bagaimana
kita menandai seseorang yang sehat mental? Apakah kita sudah termasuk sehat
mental? Jangan sampai kita menganggap diri kita sudah sehat, padahal nyatanya
kita masih termasuk orang yang memiliki gangguan-gangguan mental. Kita tidak
menyadari bahwa kita mungkin sedang berada pada pintu menuju gangguan mental
yang lebih berat. Perihal kesehatan mental masih menjadi salah satu persoalan
serius yang perlu ditangani di Indonesia. Mari kita menilik sedikit data yang
dapat menunjukkannya. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 oleh
Kementerian Kesehatan, sebanyak 6% atau sekitar 19 juta penduduk Indonesia usia
lebih dari 15 tahun menderita gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan
gejala-gejala depresi dan kecemasan. Sedangkan penderita gangguan jiwa berat
seperti skizofrenia mencapai 1,7 per 1000 penduduk atau sekitar 400 ribu orang. Kondisi ini semakin diperburuk dengan
pelayanan yang masih
terbatas serta kurangnya tenaga kesehatan yang kompeten dalam bidang
tersebut. Banyak kasus gangguan mental yang ditangani secara tidak tepat, misalnya
saja dengan pemasungan, sebanyak 14,3% penderita
gangguan mental emosional tersebut pernah atau sedang dipasung.
Kondisi
yang sudah ada saat ini tentu saja memerlukan penanganan yang tepat. Namun kali
ini, penanganan gangguan mental yang tergolong berat tidak akan dibahas disini.
Jikalau nasi sudah menjadi bubur, kita tidak bisa banyak menyesal. Kita perlu membuat
langkah-langkah kecil yang sederhana untuk mengubah keadaan
meskipun tidak secara instan. Mari kita kembali pada pepatah lama dalam dunia
kesehatan kita. “Lebih baik mencegah daripada mengobati”. Kita perlu menaruh
perhatian utama pada upaya pencegahan gangguan mental, tentu dengan mengembangkan
kesehatan mental. Bagaimana kita bisa mencapai kondisi sehat mental? Sebelum
memahami hal tersebut, ada baiknya kita mengetahui pengertian kesehatan mental.
World Health Organization/WHO
(2005) mendefinisikan kesehatan mental sebagai suatu keadaan yang sejahtera
secara fisik, mental, dan sosial, serta tidak adanya penyakit dan gangguan
jiwa. Jadi, orang yang mengalami gangguan kepribadian, depresi, dan fobia,
misalnya, dapat dikatakan sebagai orang yang tidak sehat mental. Kita
seringkali mengaitkan istilah kesehatan mental dengan tidak adanya
gangguan-gangguan psikologis tersebut. Hal inilah yang diantaranya dapat
menjadi kemungkinan tidak teratasainya gangguan-gangguan psikologis dengan
cepat. Kebanyakan kita menganggap bahwa jika kita tidak menderita “kegilaan”,
kita tentunya baik-baik saja secara mental. Kita mungkin tidak pernah
memikirkan bahwa menjadi “gila” adalah penjumlahan dari berbagai
persoalan-persoalan kecil dalam kehidupan kita sehari-hari. Ibarat tempat
pembuangan sampah yang menumpuk dan jarang dibersihkan, Awalnya hanya beberapa
sampah, namun ketika
kita tidak pernah membersihkannya maka akan menjadi tumpukan yang tinggi
dan pada
akhirnya dapat menganggu diri kita dan orang lain.
WHO
(2005) lebih lanjut memperluas fokus kesehatan mental pada keadaan yang lebih
positif. Kesehatan mental merupakan keadaan sejahtera (well-being) di mana individu menyadari kemampuannya sendiri, dapat
mengatasi tekanan yang normal dalam kehidupan, mampu bekerja secara produktif,
dan mampu berkontribusi terhadap masyarakat. Kesehatan mental positif juga
dilihat sebagai aspek-aspek yang meliputi emosi (afeksi/perasaan), kognisi
(persepsi, pikiran, dan penalaran), fungsi sosial (hubungan dengan orang lain
dan masyarakat), serta koherensi (perasaan kebermaknaan dan tujuan dalam
hidup). Dengan demikian, istilah mengenai sehat secara mental tentunya akan
menyentuh berbagai aspek dalam kehidupan manusia.
Kita
merasa selalu tidak berdaya atas masalah-masalah kecil di sekitar kita. Kita
selalu mengeluh atas beban-beban kerja yang sebetulnya tidak seberapa. Kita
tidak produktif dalam bekerja, Kita mudah merasa marah, dipenuhi
pikiran-pikiran yang tidak rasional tentang kehidupan, Kita sangat terobsesi
mencapai sesuatu hingga merasa cemas berlebihan. Kita tidak mampu membina
hubungan baik dengan orang lain. Kita bahkan tidak tahu harus berbuat apa dalam
kehidupan. Semua hal tersebut dapat memulai dan menandai suatu kondisi yang
tidak sehat mental. Pada akhirnya semua itu mengantarkan kita pada gangguan-gangguan
psikologis berat yang dapat menganggu keberfungsian kita sebagai individu dalam
suatu masyarakat.
Kita
mungkin masih menganggap kondisi-kondisi di atas adalah hal yang tidak perlu
mendapatkan perhatian lebih dari kita. Bahkan ketika kita sudah seharusnya
mendapatkan pertolongan dari ahli-ahli kesehatan mental. Kita perlu menyadari,
seberapa banyak ketidakbahagiaan yang diakibatkan oleh kondisi-kondisi yang
seperti disebutkan di atas? Banyak yang mengatakan bahwa bahagia itu sederhana.
Ya, dengan memerhatikan kondisi-kondisi yang kita anggap kecil, kita bisa
menjadi lebih bahagia. Dengan memerhatikan urusan kesehatan mental, kita bisa mencapai
kebahagiaan. Dengan kebahagiaan, kita bisa mencapai kesuksesan yang sejati.
Kita tidak perlu bermimpi untuk menjadi orang besar, ketika hal-hal kecil dalam
kehidupan kita masih saja dianggap beban, ketika kita selalu merasa lemah.
Pertanyaannya lantas seperti apa upaya kita mencapai
kesehatan mental? Salah satu jawaban adalah dengan pendekatan psikologi
positif. Psikologi positif adalah salah satu cabang dari psikologi yang
berkembang pesat pada awal abad ke-21. Psikologi positif adalah ilmu
pengetahuan dan aplikasi yang berhubungan dengan studi tentang kekuatan
psikologi (psychological strengths)
atau dalam istilah lainnya adalah kekuatan diri manusia (human strenghts) dan emosi positif (Snyder dan Lopez, 2007). Berkembangnya psikologi positif didasarkan
pada kenyataan bahwa manusia tidak hanya ingin terbebas dari masalah, tetapi
juga mendambakan kebahagiaan. Sejak dulu, manusia selalu dipandang sebagai
makhluk yang bermasalah padahal manusia juga memiliki sisi positifnya. Manusia
dilahirkan dengan membawa banyak kebaikan dan kebaikan itulah yang perlu
dikembangkan. Seligman (2002) menyatakan bahwa tujuan psikologi positif adalah
untuk mempercepat perubahan dalam psikologi yang hanya berfokus pada upaya
memperbaiki hal-hal terburuk dalam hidup menjadi upaya membangun kualitas
terbaik dalam hidup.
Human
Strengths (kekuatan diri manusia) adalah pembahasan utama dalam
psikologi positif. Rath (Bowers, 2008) mengemukakan bahwa suatu kekuatan (strenght) bersifat konsisten dan
merupakan performansi aktivitas yang mendekati sempurna. Human strenghts dapat dikaji pada tingkatan subjektif, yaitu
tentang pengalaman subjektif yang positif (misalnya kesejahteraan subjektif dan
kepuasan hidup) dan konstruksi
kognitif tentang masa depan (misalnya optimisme, harapan, dan keberimanan).
Selanjutnya pada tingkatan individual, yaitu tentang trait individual yang positif (misalnya skill interpersonal, ketangguhan,
dan kebijaksanaan). Kajian psikologi
positif juga pada level kelompok, yaitu tentang nilai-nilai sipil dan institusi
yang dapat mengantarkan individu menjadi warga negara yang lebih baik (misalnya
altruisme, etika kerja, dan
tanggung jawab) (Gillham & Seligman; Seligman & Csikszentmihalyi,
dalam Seligman, 2002). Telah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa human strenghts ini menjadi suatu buffer atau penahan terhadap
gangguan-gangguan mental.
Suatu
kekuatan diri positif memberikan kontribusi untuk berbagai pemenuhan yang dapat
mengantarkan pada kualitas hidup yang baik untuk seseorang (Peterson &
Seligman, 2004). Kualitas hidup yang baik akan dapat mengantarkan individu
mencapai kesehatan mental. Indikator
kesejahteraan suatu masyarakat dapat dilihat dari tingkat kesehatan mentalnya. Kesehatan
mental yang positif terdiri atas dua dimensi. Kedua dimensi tersebut adalah hedonic, yang merupakan perasaan atau
afeksi positif (contohnya kebahagiaan dan kepuasan hidup), serta eudemonic, yaitu keberfungsian yang
positif (contohnya penerimaan diri dan kemandirian) (Huppert; Lyubomirsky et
al; Carlisle; Samman; Ryan dan Deci dalam Friedli, 2009). Bagian dari dimensi tersebut merupakan bentuk
dan bagian dari kekuatan positif. Dengan demikian, kekuatan positif tersebut
dapat mengantarkan manusia untuk mencapai kesehatan mental.
Dalam
kehidupan sehari-hari berbagai ritual dapat kita lakukan untuk mengembangkan
kekuatan diri kita. Kita mulai dengan merefleksikan kekuatan dan kelemahan
kita. Kita mengidentifikasi kekuatan-kekuatan kita dan mengembangkannya. Kemudian,
kita bisa meluangkan waktu di awal hari kita dan atau di akhir hari kita untuk
mensyukuri hal-hal dalam kehidupan kita. Kita masih hidup sampai hari ini, kita
berhasil mencapai target hari ini, dan sebagainya. Kita bisa memutuskan untuk memaafkan orang lain yang
menyakiti kita. Kita mengajak orang-orang yang kita sayangi, keluarga dan
teman-teman, untuk jalan bersama atau menikmati aktivitas menyenangkan lainnya.
Kita menonton video yang lucu dan menginspirasi. Kita mendekatkan diri kepada
Sang Pencipta.
Pada
dasarnya kita memang tetap memerlukan pihak lain di luar diri kita untuk bisa
mencapai kesehatan mental. Pun ketika kita melakukannya sendiri, terkadang kita
tetap memerlukan informasi yang terkait bagaimana mengembangkan kekuatan diri
kita. Pada kasus-kasus gangguan mental berat memang kita sudah wajib mendatangi
pihak yang bisa menolong kita. Namun, kita bisa menjadi bagian dalam upaya
mencapai kesehatan mental, terutama dari sisi pencegahannya. Psikologi positif
mengajak kita semua untuk bisa mengembangkan kekuatan diri untuk mencapai
kebahagiaan yang akan meningkatkan kualitas kehidupan kita dan dengan demikian kita bisa mencegah diri
kita memasuki pintu-pintu gangguan mental yang berat.
Penulis: Syurawasti Muhiddin (Psikologi Unhas, Makassar),
Email: syuramuhiddin@gmail.com
Editor: Adhe Kurniati Dm (Psikologi
UIN Raden Fatah, Palembang)
Kece
BalasHapus