Penulis: Syurawasti Muhiddin (Alumni Psikologi UNHAS 2012) |
Definisi
coping digarisbawahi sebagai situasi
alamiah dalam berhubungan dengan jenis-jenis stresor tertentu[3]. Lazarus dan Folkman menyebutkan bahwa coping
adalah suatu proses di mana individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada
antara tuntutan-tuntutan (baik itu tuntutan yang berasal dari individu maupun
tuntutan yang berasal dari lingkungan) dengan sumber-sumber daya yang mereka
gunakan dalam menghadapi situasi yang penuh tekanan[4].
Membicarakan
mengenai coping akan mengantarkan kita pada tiga istilah yang saling terkait,
yaitu coping strategy, coping style dan coping skills. Secara singkat, coping
style (gaya coping) mengacu pada
cara-cara yang lebih disukai seseorang untuk menggunakan sumber daya coping yang dimilikinya. Sedangkan, coping skill (keterampilan coping) digunakan dalam pelaksanaan
aktual dari sumber daya coping
tersebut, yaitu tindakan. Sementara itu, strategi coping adalah jenis-jenis upaya yang spesifik baik berupa perilaku
maupun respon psikologis yang individu lakukan untuk menguasai, mentolerir,
menghilangkan dan mengurangi kejadian ataupun pengalaman yang menyebabkan
tekanan[5].
Secara
umum, strategi umum untuk coping
stres dibedakan menjadi dua, yaitu problem
focused coping dan emotional focused
coping. Problem focused coping,
yang disebut juga sebagai coping
aktif, merujuk pada upaya individu secara aktif untuk mencari penyelesaian
masalah dalam rangka menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stres.
Sementara itu, emotional-focused coping,
yang disebut juga coping pasif
merujuk pada strategi yang dilakukan individu untuk mengatur emosinya dalam
rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi
atau situasi yang penuh tekanan. Hasil penelitian membuktikan bahwa individu
menggunakan kedua cara tersebut untuk mengatasi berbagai masalah yang menekan
dalam berbagai ruang lingkup kehidupan sehari-hari[4]. Faktor yang
menentukan strategi mana yang paling banyak atau sering digunakan sangat
tergantung pada faktor-faktor personal seperti kepribadian seseorang dan jenis
masalah yang menimbulkan stres atau sejauhmana
tingkat stres yang dialaminya.
Perbedaan
lainnya yang dikenal dalam literatur coping
adalah strategi active coping dan avoidant coping. Strategi
active coping adalah respon
psikologis dan perilaku yang dilakukan untuk mengubah berbagai bentuk sumber
tekanan itu sendiri atau bagaimana seseorang memikirkan tentang hal itu.
Sementara itu, strategi avoidant coping
mengarahkan seseorang kedalam aktivitas atau keadaan mental yang menjaga mereka
dari upaya berhubungan secara langsung dengan kejadian yang menimbulkan stres,
dengan kata lain mereka menghindari sumber stres tersebut. Strategi coping yang berfokus pada penyelesaian
masalah dan coping yang berfokus pada
pengaturan emosi merupakan strategi yang termasuk coping aktif (active coping)[6].
David L Tobin membedakan strategi coping yang
ditunjukkan seseorang untuk mengatasi stres. Strategi ini merupakan gabungan
dari strategi-strategi lainnya baik yang berupa coping yang berfokus pada masalah maupun coping yang berfokus pada emosi. Kedua strategi tersebut yaitu engagement
dan disengagement[7].
Ada beberapa strategi coping yang termasuk dalam pola engagement. Pertama, mengurangi sumber stres dengan mengatasi masalah (problem solving). Selanjutnya, individu
yang mengubah makna pengalaman yang penuh tekanan menjadi situasi yang kurang
mengancam termasuk strategi coping
dalam pola ini. Strategi ini dilakukan dengan mencoba memandang berbagai aspek
positif dari persoalan yang dihadapi sehingga dapat memiliki perspektif baru. Strategi
lainnya adalah mencari dukungan emosional dari orang terdekat di sekitar,
keluarga, sahabat, dan sebagainya. Strategi lainnya adalah dengan jalan
melepaskan beban emosi melalui ekspresi emosi (express emotion). Strategi engagement
menggambarkan bagaimana strategi seorang individu
mengelola pihak maupun situasi sekitar yang membuatnya berada pada kondisi stres.
Dengan strategi-strategi ini, seorang individu bertindak secara aktif dan masuk ke dalam situasi seolah melakukan
negoasi dengan situasi yang membuatnya stres. Coping engagement ini merupakan active
coping (coping aktif).
Selanjutnya,
gabungan antara beberapa strategi yang menggambarkan bagaimana seorang individu
sebenarnya tidak mau melibatkan diri dengan situasi yang membuatnya stress melahirkan
strategi coping disengagement. Perasaan tidak enak atau tidak nyaman yang dirasakan, tidak
dibagikan kepada orang lain. Seseorang menutup diri, pikiran tentang situasi
stres dihindari, sementara tindakan yang dapat mengurangi stres dan keluar dari
situasi tidak enak tersebut tidak diupayakan. Ada empat strategi coping yang
termasuk dalam disengagement.
Pertama, strategi yang merujuk pada upaya mengingkari persoalan dan menghindari
pikiran ataupun tindakan yang berkaitan dengan penyebab stres. Kedua, ada
strategi yang merefleksikan ketidakmampuan atau keengganan memperjelas
persoalan yang berarti pula keengganan mengubah situasi. Pikiran yang muncul
hanya berupa khayalan dan harapan mendapatkan situasi yang lepas dari
persoalan. Ketiga, strategi coping yang
menyalahkan diri sendiri atas situasi stres yang sedang dialaminya.
Selanjutnya, ada strategi coping yang mengkritik diri sendiri atas situasi
stres yang sedang dihadapi. Keempat strategi tersebut termasuk ke dalam coping
menghindar (avoidant coping).
Coping yang diupayakan untuk
bisa mengatasi stres seyogyanya membuat kita dapat menyesuaikan diri dan tetap bisa
mencapai keseimbangan. Namun, beberapa strategi coping yang kita pilih justru membuat kita terpuruk, tidak mampu
mencapai keseimbangan sehingga membuat kita semakin tertekan Oleh sebab itu, coping yang kita kembangkan seyogyanya merupakan coping yang
efektif. Strategi coping aktif baik
berupa respon perilaku maupun emosi adalah strategi yang lebih efektif dalam
mengatasi situasi yang penuh tekanan. Strategi coping engagement termasuk pula strategi coping aktif yang efektif. Sementara itu, strategi coping menghindar, termasuk strategi
coping disengagement dinilai dapat
menjadi suatu faktor risiko yang bersifat psikologis atau melatarbelakangi
respon-respon yang bersifat negatif seperti penggunaan alkohol dan obat-obatan[8].
Menurut
Sydney Youngerman-Cole dan Katy E. Magee, banyak
persoalan kesehatan mental yang dimulai ketika stres fisik dan emosional
menyebabkan perubahan kimiawi dalam otak. Oleh sebab itu, keterampilan dalam coping stres sangat perlu untuk
dilatihkan. Dengan membiasakan diri menggunakan coping stres yang efektif, akan lebih mudah untuk menjalankannya
sebagai strategi coping sepanjang
waktu. Coping strategi yang efektif
adalah salah satu pendukung kesehatan mental. Beberapa cara yang dapat
dilakukan sebagai bentuk keterampilan coping
yang efektif, antara lain meditasi dan teknik refleksi, memberi waktu luang
untuk diri sendiri, melakukan aktivitas fisik atau latihan fisik, membaca,
berteman, mengembangkan dan mendengarkan humor, melakukan hobi, melakukan
aktivitas spiritual (berdoa, beribadah), memelihara hewan peliharaan, tidur
yang cukup, dan memakan makanan yang bernutrnisi[9].
Stres tidak bisa kita hindari dalam kehidupan kita. Keterampilan coping mutlak kita miliki. Keterampilan coping tersebut terkadang tidak serta
merta mudah dilakukan, tetapi tidak mustahil untuk menjadi mudah sebab
keterampilan itu bisa dilatihkan. Tanpa keterampilan coping, kita mungkin tidak dapat mencapai keseimbangan dalam diri
baik itu keseimbangan fisiologis maupun emosional. Bukan tidak mungkin kita
terperangkap dalam masalah-masalah gangguan mental. “Di antara stimulus dan respon ada sebuah ruang. Dalam ruang tersebut
merupakan kekuasaan kita untuk memilih respon. Dalam respon tersebut, terletak
pertumbuhan kita dan tentu saja kebebasan kita” (Victor E.Frankl). Oleh
sebab itu, strategi coping adalah
pilihan kita untuk bisa bersahabat dengan stres.
Referensi
1.
Aldwin, C. M. Stress, Coping, and Development: An Integrative Perspective. 2nd
ed., New York, NY: The Guildford Press.2007
2.
Selye, H. The Stress of Life, McGraw-Hill, New
York, 1956
3. Santacana,
Kirchner, Abad & Amador, Differences between genders in coping: Different
coping strategies or different stressors?, Anuario
de Psicología, 42 (1), 5 -18, 2012.
4. Lazarus,
R. S., & Folkman, S, Stress, appraisal, and coping, New York, NY: Springer, 1984.
5. Tharaldsen,
K.B., Mindful Coping, Thesis, Faculty of Social Sciences, University of
Stavanger, 2012.
6. Carver, C. S., Scheier, M. F., & Weintraub, J. K., Assessing coping
strategies: A theoretically based approach, Journal of Personality
and Social Psychology, 56, 267-283,
1989.
7. Tobin, D.L., User
Manual for Coping Strategy Inventory,
diakses dari www.ohioupsychology.com/.../Manual%20Coping-Strategy-Inventory, 2014.
8. Holahan,
C. J., & Moos, R. H., Personal and contextual determinants of coping
strategies, Journal of Personality
and Social
Psychology, 52(5), 946-955, 1978.
9. Canadian Mental Health Association of Richmond, BC. Strategies for Good Mental
Health Wellness, diakses dari http://www.mhww.org/, 2009.
Tidak ada komentar