Mengembangkan Coping Skill untuk Kesehatan Mental

Penulis: Syurawasti Muhiddin (Alumni Psikologi UNHAS 2012)
 Stres adalah suatu kondisi yang pasti akan dihadapi oleh setiap orang. Tidak mungkin seseorang hidup tanpa pernah berhadapan dengan stresor tertentu. Stres dapat diartikan sebagai suatu pengalaman yang dihasilkan dari adanya transaksi individu dengan lingkungannya yang menimbulkan tekanan fisiologis dan psikologis[1].  Stres juga merujuk pada suatu efek dari segala sesuatu yang mengancam keseimbangan individu atau yang disebut sebagai kondisi homeostatisnya[2]. Stres melibatkan respon terhadap sumber stres tersebut. Respon terhadap stres inilah yang dikaitkan dengan istilah coping. Stres dan coping merupakan istilah yang berpasangan.
Definisi coping digarisbawahi sebagai situasi alamiah dalam berhubungan dengan jenis-jenis stresor tertentu[3].  Lazarus dan Folkman menyebutkan bahwa coping adalah suatu proses di mana individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan (baik itu tuntutan yang berasal dari individu maupun tuntutan yang berasal dari lingkungan) dengan sumber-sumber daya yang mereka gunakan dalam menghadapi situasi yang penuh tekanan[4].
Membicarakan mengenai coping akan mengantarkan kita pada tiga istilah yang saling terkait, yaitu coping strategy, coping style dan coping skills. Secara singkat, coping style (gaya coping) mengacu pada cara-cara yang lebih disukai seseorang untuk menggunakan sumber daya coping yang dimilikinya. Sedangkan, coping skill (keterampilan coping) digunakan dalam pelaksanaan aktual dari sumber daya coping tersebut, yaitu tindakan. Sementara itu, strategi coping adalah jenis-jenis upaya yang spesifik baik berupa perilaku maupun respon psikologis yang individu lakukan untuk menguasai, mentolerir, menghilangkan dan mengurangi kejadian ataupun pengalaman yang menyebabkan tekanan[5].
Secara umum, strategi umum untuk coping stres dibedakan menjadi dua, yaitu problem focused coping dan emotional focused coping. Problem focused coping, yang disebut juga sebagai coping aktif, merujuk pada upaya individu secara aktif untuk mencari penyelesaian masalah dalam rangka menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stres. Sementara itu, emotional-focused coping, yang disebut juga coping pasif merujuk pada strategi yang dilakukan individu untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang penuh tekanan. Hasil penelitian membuktikan bahwa individu menggunakan kedua cara tersebut untuk mengatasi berbagai masalah yang menekan dalam berbagai ruang lingkup kehidupan sehari-hari[4]. Faktor yang menentukan strategi mana yang paling banyak atau sering digunakan sangat tergantung pada faktor-faktor personal seperti kepribadian seseorang dan jenis masalah yang menimbulkan stres atau sejauhmana  tingkat stres yang dialaminya.
Perbedaan lainnya yang dikenal dalam literatur coping adalah strategi active coping dan avoidant coping. Strategi active coping adalah respon psikologis dan perilaku yang dilakukan untuk mengubah berbagai bentuk sumber tekanan itu sendiri atau bagaimana seseorang memikirkan tentang hal itu. Sementara itu, strategi avoidant coping mengarahkan seseorang kedalam aktivitas atau keadaan mental yang menjaga mereka dari upaya berhubungan secara langsung dengan kejadian yang menimbulkan stres, dengan kata lain mereka menghindari sumber stres tersebut. Strategi coping yang berfokus pada penyelesaian masalah dan coping yang berfokus pada pengaturan emosi merupakan strategi yang termasuk coping aktif (active coping)[6].
David L Tobin membedakan strategi coping yang ditunjukkan seseorang untuk mengatasi stres. Strategi ini merupakan gabungan dari strategi-strategi lainnya baik yang berupa coping yang berfokus pada masalah maupun coping yang berfokus pada emosi. Kedua strategi tersebut  yaitu engagement dan disengagement[7].
Ada beberapa strategi coping yang termasuk dalam pola engagement. Pertama, mengurangi sumber stres dengan mengatasi masalah (problem solving). Selanjutnya, individu yang mengubah makna pengalaman yang penuh tekanan menjadi situasi yang kurang mengancam termasuk strategi coping dalam pola ini. Strategi ini dilakukan dengan mencoba memandang berbagai aspek positif dari persoalan yang dihadapi sehingga dapat memiliki perspektif baru. Strategi lainnya adalah mencari dukungan emosional dari orang terdekat di sekitar, keluarga, sahabat, dan sebagainya. Strategi lainnya adalah dengan jalan melepaskan beban emosi melalui ekspresi emosi (express emotion). Strategi engagement  menggambarkan bagaimana strategi seorang individu mengelola pihak maupun situasi sekitar yang membuatnya berada pada kondisi stres. Dengan strategi-strategi ini, seorang individu bertindak secara aktif  dan masuk ke dalam situasi seolah melakukan negoasi dengan situasi yang membuatnya stres. Coping engagement ini merupakan active coping (coping aktif).
Selanjutnya, gabungan antara beberapa strategi yang menggambarkan bagaimana seorang individu sebenarnya tidak mau melibatkan diri dengan situasi yang membuatnya stress melahirkan strategi coping disengagement. Perasaan tidak enak atau tidak nyaman yang dirasakan, tidak dibagikan kepada orang lain. Seseorang menutup diri, pikiran tentang situasi stres dihindari, sementara tindakan yang dapat mengurangi stres dan keluar dari situasi tidak enak tersebut tidak diupayakan. Ada empat strategi coping yang termasuk dalam disengagement. Pertama, strategi yang merujuk pada upaya mengingkari persoalan dan menghindari pikiran ataupun tindakan yang berkaitan dengan penyebab stres. Kedua, ada strategi yang merefleksikan ketidakmampuan atau keengganan memperjelas persoalan yang berarti pula keengganan mengubah situasi. Pikiran yang muncul hanya berupa khayalan dan harapan mendapatkan situasi yang lepas dari persoalan. Ketiga, strategi coping yang menyalahkan diri sendiri atas situasi stres yang sedang dialaminya. Selanjutnya, ada strategi coping yang mengkritik diri sendiri atas situasi stres yang sedang dihadapi. Keempat strategi tersebut termasuk ke dalam coping menghindar (avoidant coping).
Coping yang diupayakan untuk bisa mengatasi stres seyogyanya membuat kita dapat menyesuaikan diri dan tetap bisa mencapai keseimbangan. Namun, beberapa strategi coping yang kita pilih justru membuat kita terpuruk, tidak mampu mencapai keseimbangan sehingga membuat kita semakin tertekan  Oleh sebab itu, coping yang kita kembangkan seyogyanya merupakan coping yang efektif. Strategi coping aktif baik berupa respon perilaku maupun emosi adalah strategi yang lebih efektif dalam mengatasi situasi yang penuh tekanan. Strategi coping engagement termasuk pula strategi coping aktif yang efektif. Sementara itu, strategi coping menghindar, termasuk strategi coping disengagement dinilai dapat menjadi suatu faktor risiko yang bersifat psikologis atau melatarbelakangi respon-respon yang bersifat negatif seperti penggunaan alkohol dan obat-obatan[8].
Menurut Sydney Youngerman-Cole dan Katy E. Magee, banyak persoalan kesehatan mental yang dimulai ketika stres fisik dan emosional menyebabkan perubahan kimiawi dalam otak. Oleh sebab itu, keterampilan dalam coping stres sangat perlu untuk dilatihkan. Dengan membiasakan diri menggunakan coping stres yang efektif, akan lebih mudah untuk menjalankannya sebagai strategi coping sepanjang waktu. Coping strategi yang efektif adalah salah satu pendukung kesehatan mental. Beberapa cara yang dapat dilakukan sebagai bentuk keterampilan coping yang efektif, antara lain meditasi dan teknik refleksi, memberi waktu luang untuk diri sendiri, melakukan aktivitas fisik atau latihan fisik, membaca, berteman, mengembangkan dan mendengarkan humor, melakukan hobi, melakukan aktivitas spiritual (berdoa, beribadah), memelihara hewan peliharaan, tidur yang cukup, dan memakan makanan yang bernutrnisi[9].
Stres tidak bisa kita hindari dalam kehidupan kita. Keterampilan coping mutlak kita miliki. Keterampilan coping tersebut terkadang tidak serta merta mudah dilakukan, tetapi tidak mustahil untuk menjadi mudah sebab keterampilan itu bisa dilatihkan. Tanpa keterampilan coping, kita mungkin tidak dapat mencapai keseimbangan dalam diri baik itu keseimbangan fisiologis maupun emosional. Bukan tidak mungkin kita terperangkap dalam masalah-masalah gangguan mental. “Di antara stimulus dan respon ada sebuah ruang. Dalam ruang tersebut merupakan kekuasaan kita untuk memilih respon. Dalam respon tersebut, terletak pertumbuhan kita dan tentu saja kebebasan kita” (Victor E.Frankl). Oleh sebab itu, strategi coping adalah pilihan kita untuk bisa bersahabat dengan stres.

Referensi
1.     Aldwin, C. M. Stress, Coping, and Development: An Integrative Perspective. 2nd ed.,  New York, NY: The Guildford Press.2007
2.     Selye, H. The Stress of Life, McGraw-Hill, New York, 1956
3.     Santacana, Kirchner, Abad & Amador, Differences between genders in coping: Different coping strategies or different stressors?, Anuario de Psicología, 42 (1), 5 -18, 2012.
4.     Lazarus, R. S., & Folkman, S, Stress, appraisal, and coping, New York, NY: Springer, 1984.
5.     Tharaldsen, K.B., Mindful Coping, Thesis, Faculty of Social Sciences, University of Stavanger, 2012.
6.     Carver, C. S., Scheier, M. F., & Weintraub, J. K., Assessing coping strategies: A theoretically based approach,  Journal of Personality and Social Psychology, 56, 267-283, 1989.
7.     Tobin, D.L., User Manual for Coping Strategy Inventory, diakses dari www.ohioupsychology.com/.../Manual%20Coping-Strategy-Inventory, 2014.
8.     Holahan, C. J., & Moos, R. H., Personal and contextual determinants of coping strategies,  Journal of Personality and Social Psychology, 52(5), 946-955, 1978.
9.     Canadian Mental Health Association of Richmond, BC. Strategies for Good Mental Health Wellness, diakses dari http://www.mhww.org/, 2009.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.