Lelah, Pemantik Banyak Masalah

Sumber: Burst dari pexel.com

Lelah dengan semua yang ada di kehidupan ini. Semua menjadi tak penting ketika pada akhirnya kelelahan itu menyerang diri kita. Ada beberapa fase dalam hidup yang akan dialami setiap manusia, yaitu titik di mana kita tak bisa lagi menghadapi hidup dengan bahagia atau senang, menghadapi dunia dengan penuh semangat, serta menerjang seluruh tantangan dan rintangan yang menghalau di depan mata. Semua manusia akan merasakan sebuah kodrat yang melekat pada dirinya, yakni keterbatasan diri yang ditunjukkan dengan siklus dan fase hidup bahagia dan fase hidup sedih. 

Salah satu fase sedih dalam hidup ini bisa dimaknai sebagai kelelahan dari semua yang ada dalam diri kita yang bercampur baur sehingga kita tak bisa menjalani kehidupan atau pekerjaan dengan maksimal. Fatigue berasal dari Bahasa Latin yang berarti hilang lenyap (waste time). Secara umum dapat diartikan sebagai perubahan dari keadaan yang lebih kuat ke keadaan yang lebih lemah.

Holding dkk. (1983) menguraikan kelelahan sebagai perubahan khusus pada performa, berupa penurunan performa kerja atau meningkatnya tingkat kesalahan sebagai akibat dari waktu kerja yang berlebih. Job dan Dalziel (2001) menjabarkan kelelahan berdasarkan pada keadaan otot tubuh, viseral, atau sistem saraf pusat, yang didahului oleh aktivitas fisik dan proses mental serta waktu istirahat yang mencukupi, sebagai hasil dari kapasitas sel yang tidak mencukupi atau cakupan energi untuk tidak memelihara tingkatan aktivitas yang alami dan atau diproses dengan menggunakan sumber-sumber yang normal.

Ada banyak gambaran dan uraian tentang kelelahan yang bisa dialami oleh setiap orang. Kelelahan itu bisa berupa banyak hal. Pertama, kelelahan fisik. Kelelahan ini disebabkan mengandalkan pergerakan tubuh sebagai penopang atau penggerak utama dalam beraktivitas, dari melakukan hal-hal kecil hingga dalam hal-hal besar seperti bekerja dan berolahraga. Kedua, kelelahan sosial, dimana kelelahan ini disebabkan oleh interaksi dengan banyak orang yang pada akhirnya mendorong kita mencari tempat untuk menyendiri atau menyenangkan diri kita dengan apapun yang bisa membuat kita bahagia. Ketiga, yakni kelelahan emosional. Kelelahan emosional dapat terjadi ketika rasa marah, sedih, frustasi, ataupun depresi yang kita rasakan dibiarkan berlarut lama. Keempat, lelah mental, yakni lelah yang terjadi ketika sering dihadapkan dengan kegiatan-kegiatan yang memerlukan kemampuan berpikir kritis, pemecahan masalah, membuat keputusan, serta kegiatan yang dilakukan berulang-ulang.  Jenis lelah ini menjadi salah satu yang paling sering dialami oleh banyak orang karena hal ini banyak menyebabkan kejenuhan pada hal-hal yang sedang dikerjakan.

Kelelahan pada diri kita seringkali menjadi penghambat dalam membuat hidup lebih produktif dan bijak. Tujuan setinggi apapun dan mimpi sehebat apapun, jika tidak diimbangi dengan pengelolaan kelelahan yang baik, maka kita bisa terjerat pada siklus kelelahan yang berulang dan waktu yang kita miliki jadi terbuang sia-sia. Hidup ini begitu terbatas untuk terus berlarut-larut dalam kelelahan. Padahal, kelelahan ada sebagai pengingat bahwa manusia sebagai makhluk diciptakan dengan batasan-batasan yang melekat pada dirinya. Kondisi ini dapat menjadi pelajaran untuk kita semua, karena segala sesuatu yang diciptakan pasti memiliki hikmah dan nilai tersendiri. Dengan mengenali kelelahan yang terjadi pada diri kita sebagai manusia, kita dapat menanggulangi permasalahan apapun dalam hidup ini. Kebingungan tentang apa yang ada dalam diri kita, apa yang sedang kita alami, dan apa yang harus dilakukan untuk menanggulanginya, harus dihadapi dengan berusaha mencari jalan keluar untuk menemukan kebahagiaan dalam diri kita.

"Aku capek, aku lelah, semoga lelah ini menjadi pelajaran atas semua kebahagiaan yang akan kita jemput setelahnya. Bagaimana lelahmu hari ini? Tenang saja, setelahnya ada kebahagiaan."

Jika kamu sedang butuh bantuan untuk mencari jalan keluar, temukan bantuan profesionalmu di Ruang Refleksi Pro bersama Psikolog Halo Jiwa Indonesia. Klik di sini atau cek media sosial Halo Jiwa Indonesia untuk info selengkapnya. 


Penulis: Alief Fikri Nurham

Editor: Naurah Assyifa Rilfi & Sesty Arum P.  

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.